Dokter mengatakan pada Jennifer 
bahwa anaknya yang berusia 14 bulan,  Alice, tak ada harapan lagi untuk 
hidup. Ia koma akibat meningitis  selama sebulan. Penyakit ini telah 
memicu gagal ginjal dan stroke.  Hidupnya bergantung pada dialisis dan 
ventilator.
Jennifer  mengangguk ketika dokter meminta izin untuk melepas semua 
alat bantu  hidup untuk anaknya. Ia sudah meneken persetujuan untuk 
menyumbangkan  organ tubuh anaknya guna membantu anak lain yang masih 
punya harapan  hidup.
Hanya satu yang diminta Jennifer saat itu, perpisahan terakhir untuk gadis kecilnya dengan menggendong dan menciumnya.
Ketika  dia menggendong dan memeluk, mencondongkan tubuh ke depan, 
dan menekan  bibirnya pada dahi Alice, ia merasakan ikatan batin yang 
kuat dengan  anaknya. “Aku hanya mencoba mengatakan betapa kami 
mencintainya. Aku  berharap dia bisa mendengar dan memahami. Aku 
berbicara dengannya  seolah-olah dia mendengar, tapi aku merasa 
mengigau. Itu sangat tidak  nyata. Aku merasakan kehangatan dari 
dirinya; melihat merah muda di  pipinya. Dia hanya tampak seperti bayi 
yang sedang tidur,” katanya.
Apa yang terjadi berikutnya adalah sebuah keajaiban. Alice tidak mati.
Ketika  hidup mesin dukungannya dimatikan pada tanggal 24 Maret 2010,
 ia mulai  bernapas sendiri. Para perawat yang keheranan segera 
menelepon dokter.
“Kemudian  dokter datang dan mengatakan kepada kami Alice bernapas 
tanpa  ventilator. Mereka telah menonton monitornya di ruang yang 
terpisah, hal  yang tak pernah terlihat sebelumnya. Alice hidup. Kami 
menyaksikan  keajaiban,” katanya.
Sekarang 2,5 tahun sejak Alice berbaring di  ambang kematian, bocah 
ini segar bugar dan ceria. Hari ini ia berusia  3,5 tahun, yang disebut 
Jennifer, “Cantik seperti boneka Cina dengan  mata biru, pipi merah,  
dan senyum yang selalu tersungging.”
Phil  dan Jennifer kini keluar dari tempat kerja mereka dan 
menjalankan  bisnis sendiri agar bisa bergantian mengasuh Alice. Warisan
 septicaemia telah membuat satu kaki Alice lebih pendek dari 
yang lain. Ia juga  belum bisa berjalan tanpa bantuan. Penyakit ini juga
 membuatnya tak bisa  berbicara. “Tak masalah, kami kini belajar bahasa 
isyarat,” kata  Jennifer.
Jennifer tidak akan pernah melupakan hari Valentine  2010, hari saat 
Alice jatuh sakit. Saat itu ia demam tinggi dan  didiagnosis mengalami 
infeksi virus, tapi dokter menyuruhnya pulang.
Tak  lama, gejala yang mengkhawatirkan berkembang. Jennifer melihat 
tanda  ungu muncul di perut Alice. “Mereka benar-benar menyebar di depan
 mata  saya,” kenangnya. Dia menelepon rumah sakit. Ambulans tiba dalam 
 hitungan menit.
Alice dilarikan ke rumah sakit di Scunthorpe.  Dokter memberinya 
antibiotik. Tes mengungkapkan bahwa dia menderita  meningitis 
meningokokus dan septikemia. Dia dikirim segera untuk  perawatan 
intensif.
“Semua orang mulai berteriak-teriak dan  berjalan di sekitarnya 
dengan jarum suntik dan mesin. Kami dibawa ke  ruang keluarga, tempat 
Phil dan saya duduk berdampingan dalam diam,”  katanya.
Hari berikutnya, Alice dipindahkan ke rumah sakit  anak-anak di 
Sheffield. Wajah mungilnya bengkak. Saat itulah ia  dinyatakan koma, dan
 sebulan kemudian dokter memvonis umurnya tak bakal  lama. (AW)